Jumat, 04 Oktober 2013

FAKTOR KEBERHASILAN PT. UNILEVER, Tbk.

Kebijakan deviden merupakan penentuan seberapa besar laba akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden dan seberapa besar laba tersebut akan ditahan. Resiko keuangan dan resiko bisnis suatu perusahaan akan tergantung sejauh mana perusahaan memiliki biaya tetap sebagai akibat dari penggunaan leverage keuangan. Pada perusahaan yang sudah go publik, harga dari saham yang diterbitkannya cenderung menjadi tolok ukur keberhasilan di dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan dan memakmurkan kekayaan para pemegang sahamnya. Perusahaan dikatakan tumbuh jika tingkat keuntungan yang diperoleh lebih besar dari keuntungan yang dinikmati oleh investor. Suatu alat analisis finansial adalah tingkat pertumbuhan yang berkesinambungan. Ukuran ini menunjukan besarnya tingkat pertumbuhan maksimal yang dapat dipertahankan apabila perusahaan hanya menggunakan modal sendiri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keterkaitan kebijakan deviden apakah memiliki hubungan dan pengaruh atau tidak terhadap resiko keuangan, resiko bisnis, harga saham serta pertumbuhan laba. Apabila di dalam proses penelitian ditemukan tidak adanya hubungan dan pengaruh dari kebijakan deviden, maka akan di cari penyebabnya serta di cari faktor-faktor lainnya yang kemungkinan memiliki hubungan dan pengaruh terhadap resiko keuangan, resiko bisnis, harga saham serta pertumbuhan laba. Objek dari penelitiannya adalah kebijakan deviden, resiko keuangan, resiko bisnis, harga saham serta pertumbuhan laba dari studi kasus PT. Mandom Tbk., PT. Unilever Tbk., dan PT. Indofood Tbk.

Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Beragamnya penjabaran konsep Talent Management ini menjadikan konsep ini kian istimewa. “Kita bisa datang dengan label, istilah dan ruang-lingkup yang berbeda-beda mengenai konsep “talent management”, namun pengelolaan SDM atau “managing talent” sebenarnya sudah lama dilakukan oleh demikian banyak organisasi dengan tingkat kecanggihan sistem dan program SDM pendukung yang berbeda-beda,” urai Irwan Rei.
Gaungnya menurut Irwan semakin terdengar seiring dengan persaingan bisnis yang semakin tinggi dan yang lalu mendorong organisasi untuk semakin serius di dalam menarik dan mengelola SDM-SDM pilihannya. Berbeda dengan misalnya konsep Balanced Scorecard dimana ada Kaplan dan Norton sebagai pencetus idenya, tapi tidak mudah untuk menunjuk siapa yang melakukannya untuk konsep talent management.
“Karena demikian banyak pihak, termasuk konsultan-konsultan besar di dunia mempopulerkan istilah ini. Meski label atau istilah yang digunakan sama, perbedaan umumnya didapatkan pada ruang lingkup (scope), proses maupun istilah-istilah pendukung yang digunakan, walau kalau dicermati lebih-dalam, semuanya fokus untuk menjawab tantangan bagaimana organisasi dapat “mengelola talent” dengan baik sehingga tujuan-tujuan mereka dapat tercapai,”terangnya lagi.
Irene Wuisan pun mengakui banyaknya penafsiran terhadapkonsep itu. “Kalau kita lihat dari perusahaan satu ke perusahaan yang lain, itu banyak sekali definisi-definisi yang berbeda-beda, jadi kembali tergantung kepada perusahaannya itu sendiri,” ujar Irene.
Hanya saja Irene mengaku banyak melihat pergeseran pendekatan dalam menerapkan konsep Human Resources Management yang ada. Kalau dulu kata Irene, orang-orang itu harus disesuaikan dengan pekerjaannya, ini menjadi focus dari konsep CBHRM, sekarang mulai bergeser.
“Sekarang mulai megarah kepada karyawannya sendiri, karyawannya punya keahlian apa sih, karyawannya ini kelebihan-nya ada dimana, dan itulah yang ditumbuhkan, dibina dan diangkat supaya karyawan ini potensinya bisa lebih tergali, itulah yang dibilang memanage talent, jadi talent itu disini lebih kepada si karyawannya sendiri,” terang Irene memaparkan konsep Talent Managementnya.


0 komentar:

Posting Komentar